Ah sudahlah. Jangan tertipu dengan tulisan, sebab menulis adalah sebuah keterampilan menyusun kata menjadi kalimat yang bisa dilatih dengan seduhan sedikit pengetahuan dari banyak membaca tulisan orang. Dia bukan sebuah ukuran kepribadian.
Dan yang penting anda pahami adalah bahwa akhir dari sebuah tulisan, berupa buku ataupun hanya berupa untaian kalimat singkat yang selesai dibaca dan dicerna dalam hitungan menit di medsos, tentu bukan untuk sekedar mendapatkan pengakuan bahwa penyusunnya seorang penulis cerdas dan hebat.
Sekali lagi, bukan. Namun lebih dari itu, isi pesan yang disampaikan dalam tulisan tersebut, diharapkan mampu memberi inspirasi dan pengaruh positif bagi pembacanya untuk selalu berusaha meningkatkan diri menjadi manusia dengan kualitas nilai-nilai kemanusiaan yang lebih baik.
Dan di atas dari semua tujuan publikasi tulisan tangan yang merupakan buah pikiran yang ditampilkan itu, penulisnya sendiri sudah bisa diyakini bahwa kualitas sikap pribadi kemanusiannya telah jauh lebih hebat. Sebab bisa diyakini, kepahamannya tentang kualitas nilai manusia yang lebih baik, sudah lebih dari sekedar apa yang bisa dia sajikan lewat kata-kata.
Artinya "membaca" penulisnya secara langsung, akan jauh lebih sempurna menggambarkan kualitas ideal pribadi seorang manusia dibanding sekedar mengeja aksara. Sehingga dengan contoh kualitas niai-nilai kemanusiaan yang telah dia sikapkan, akan terasa lebih nyata untuk dieja oleh para pembaca daripada sekedar hanya menghabiskan waktu untuk melafalkan apa yang dia tuliskan melalui kata-kata.
0 Response to "Dilema Sang Penyusun Kata"
Posting Komentar