Uang Panai, saya tak paham bagaimana mengartikannya dalam khasanah Indonesia. Uang mahar perkawinan yang di dalamnya ada: ongkos pesta pernikahan, mahar dari calon suami, nilai pasar calon istri, gengsi keluarga, ujian bagi kesungguhan keluarga lelaki, dll.
Cinta? Itu nomor belakang.
Tapi setiap lelaki selalu punya jalan keluar. Tak punya cukup Uang Panai mereka menempuh jalan pintas: silariang (kawin lari) atau ya pindah ke lain hati. Apalagi jika ia punya modal selain duit, berupa ketampanan dan sedikit ketabahan.
Saya kira, untuk orang-orang tua yang masih berteguh pada gengsi Uang Panai, yang mengukur harkatnya dari harga sang anak gadis menjelang pelaminan, sudah perlu memikirkan nasihat Dedi Gumilar alias Mi'ing, pelawak Grup Bagito di masa jayanya. Di satu episode lawakannya, saat ia ditolak calon mertua karena datang dengan bajaj dan bersendal jepit, ia berteriak ke penonton:
"Jangan lihat saya sekarang dong. Lihat prospeknya!"
Nah, sebelum berkomentar panjang lebar di sini, tontonlah Uang Panai, film kocak anak-anak Bugis Makassar yang sedang ditayangkan di bioskop-bioskop besar tanah air.
Selamat berakhir pekan...
Oleh: Tomi Lebang
0 Response to "Uang Panai dan Film Anak Bugis Makassar"
Posting Komentar