Perbedaan pemimpin khusunya pemimpin Islam dari zaman setelah Nabi Muhammad SAW khususnya pada masa kepemimpinan para khalifah dengan pemimpin zaman sekarang adalah keteladanan.
Pemimpin zaman sekarang, sekalipun berhasil menduduki jabatan, namun secara pribadi, sangat minim bahkan mungkin tidak ada yang memiliki keteladanan yang secara ideal bisa menjadi panutan bagi masyarakat atau generasi di bawahnya, tentang bagaimana seharusnya menjadi seorang manusia yang baik sesuai dengan norma-norma yang ada.
Yang ada dari pikiran kebanyakan orang terhadap seseorang yang menduduki sebuah jabatan kepemimpinan adalah hanya keinginan dan harapan suatu saat juga bisa menduduki posisi jabatan yang sama tanpa bermaksud ingin menjadi seperti pribadi sang pejabat.
Berebeda dengan figur-figur pemimpin di zaman keemasan Islam, secara pribadi mereka ditunjuk atau dipilih menjadi pemimpin, justru karena keteladanan dari sikap dan perilaku yang telah mereka miliki yang dengan itu mereka menjadi panutan lalu diiukuti banyak orang dan kerananya kemudian dengan sendirinya didaulat menjadi pemimpin.
Keteladanan dari sikap dan perilaku yang dimiliki para pemimpin zaman dahulu yang ingin kita menirunya ini, akan terasa sangat kuat ketika kita membaca riwayat dan kisah-kisah dari para pemimpin tersebut.
Figur Umar Bin Khattab misalnya. Tanpa keinginan menjadi Khalifah, tetapi dalam saat kita membaca kisah Umar Bin Khattab dan setelahnya, kita sedikit banyak dalam bertindak atau bersikap, akan mengidenttikkan diri dengan perilaku atau sikap Umar Bin Khattab.
Bagaimana Umar melayani orang. Membantu kaum lemah dan fakir miskin. Memperlakukan para pembantunya, sampai tentang sikap hiudupnya yang sangat sederhana dan lain-lain, kita sepakat mengatakan, itu peribadi yang ideal dan dengan sadar kitapun ingin menjadi pribadi seperti itu.
Hal ini juga terjadi ketika kita misalnya membaca atau mendengar kisah-kisah para pahlawan di jaman perjuangan. Tanpa ada keinginan menjadi raja atau pangeran misalnya dari beberapa kerajaan yang angkat senjata menentang penindasan penjajah. Tetapi kita setelah membaca kisahnya, kita mungkin akan berangan-angan ingin menjadi pribadi seperti Pangeran Diponegoro, Pangeran Antasari dan lain-lain.
Tetapi bagaimana Bupati, Gubernur atau anggota dewan zaman sekarang? Siapa diantara kita yang pernah berangan-angan dan mengidenttikan diri ingin menjadi seperti pribadi salah seorang bupati, gubernur, ketua atau anggota DPR itu terlepas dari jabatan yang saat ini ia miliki?
Yang ingin menduduki jabatan bupati, gubernur dan anggota DPR pasti banyak. Bahkan kemana-mana menjelang pilkada atau pemilu, orang tersebut akan mengaku bisa jauh jauh lebih baik dari pemimpin sebelumnya. Tak lupa ia mengkritik bahkan menghujat pejabat sebelumnya sebagai pemimpin yang tidak becus.
Mengapa? Karena keteladanan dari sikap dan perilaku secara peribadi dari figur pemimpin saat ini yang mungkin jika dicari-cari, sangat sedikit yang bisa ditemukan. Artinya tidak ada sikap atau karakter menonjol secara pribadi dari diri mereka yang bisa dijadikan cerminan bagi masyarakat atau generasa dibawahnya untuk diikuti.
Lalu bagaiman jika secara objektif kisah perjalan hidup dari salah seorang bupati yang ada saat ini dicatatkan? Siapa anak sekolah sekarang seperti jaman kita dahulu membaca buku kisah pahlawan, yang akan membaca kisah perjalan hidup sang bekas bupati itu sambil berangan-angan ingin menjadi pribadi seperti sang bupati tanpa ada keinginan memperoleh kedudukan bupati?
Boleh jadi buku tersebut karena didukung anggaran akan terbit tetapi hanya akan mengisi rak buku koleksi pribadi sang mantan tetapi kemudian dilupakan bahkan mungkin tidak pernah hadir dalam ingatan publik.
Yang mencari dan mau membacanya mungkin hanya mereka yang tertarik dan ingin mempelajari bagaimana trik, strategi dan tekhnik berpolitik sang bekas bupati. Bagaimana gaya dia berkomunikasi dan cara membangun relasi. Seberapa penting langkahnya memilih partai. Mengapa misalnya harus keluar, lalu pindah ke partai lain dan apa kaitannya dengan keberhasilannnya tetap mammpu mempertahankan posisi gubernur atau bupati selama dua periode. Itu saja.
Kembali ke soal keteladanan dari sikap dan perilaku secara peribadi yang berkaitan dengan contoh bagaimana pribadi seorang manusia ideal diukur dari nilai-nilai kemanusiaan dengan norma-norma yang dianut, bisa dikatakan sangat sedikit kalau tidak ingin mengatakan tidak ada yang bisa dipetik dari para pemimpin yang ada sekarang, terlepas dari kemampuan dan keberhasilan mereka meraih jabatan yang ia duduki.
Keinginan mendapatkan figur yang bisa menjadi teladan ini lah mungkin yang kemudian menempatkan diri seorang Presiden Joko Widodo begitu sangat dikagumi dan diidolakan banyak orang diawal-awal ia muncul dan dikenal. Ia mampu menarik perhatian semua orang karena sikap, dan gaya bekomunikasi serta tampilan sederhannya dalam setiap kesempatan bertemu, bergaul dan memperlakukan siapapun yang berbeda dengan model pemimpin yang telah umum dipahami kebanyakan masyarakat saat ini.
Padahal kata Jokowi dalam bukunya yang pernah saya baca, ia hanya melakukan apa yang seharusnya dilakukan oelah seoarang manusia tak terkecuali seorang pemimpin. "Itu biasa saja," kata Jokowi. Tetapi yang ia lakukan tersebut kemudian diaggap sangat luar biasa karena seoalah-olah tidak lumrah lagi dilakukan ketika seseorang telah berada di level pemimpin.
Padahal misalnya kebiasaan blusukan, itu memang seharusnya dilakukan oleh seorang pemimpin untuk mengetahui kondisi riil di masyarakat yang tidak cukup hanya dengan menerima laporan. Dan itu telah dilakukan oleh Umar Bin Khattab bahakan di malam hari, pada saat dirinya menjadi seorang halifah. Bagaimana kisahnya? Silahkan baca sendiri heheheh...
Wallahu a'lam..