Di tahun 1966, beberapa bulan seusai peristiwa G30S-PKI, Indonesia berselimutkan aneka rumor tentang dalang pembunuhan para jenderal di Jakarta. PKI diberangus.
Di Kota Makassar, pada suatu malam, Jusuf Kalla dan sahabatnya Rafiuddin Hamarung memimpin 50 anggota Himpunan Mahasiswa Islam mendatangi sebuah rumah di Jalan Botolempangan. Rumah itu dihuni anggota Baperki (Badan Permusjawaratan Kewarganegaraan Indonesia -- organisasi pendukung PKI saat itu) dan satu keluarga Tionghoa.
Tak ada keributan, tak terlihat kemarahan. Kepada mereka, dengan nada bersahabat, JK dan kawan-kawan menyatakan hendak tinggal di rumah itu. “Permisi, saya mau ambil tempat ini,” kata Jusuf Kalla.
Dua keluarga penghuni rumah tua itu tak punya pilihan lain. Mereka menyilakan para pentolan HMI Makassar mengambil alih rumah itu. Alhasil, gerakan anti-PKI oleh mahasiswa anggota HMI Makassar berlangsung damai.
Rumah di Jalan Botolempangang kemudian menjadi markas HMI Cabang Makassar.
Baca Juga: https://gepeji.blogspot.co.id/2016/06/ini-jawaban-mengapa-anda-perlu-membaca.html
Baca Juga: https://gepeji.blogspot.co.id/2016/06/ini-jawaban-mengapa-anda-perlu-membaca.html
Walikota Makassar Daeng Patompo menerbitkan surat penunjukan hak untuk menempati rumah untuk Jusuf Kalla dan Rafiuddin Hamarung. Tapi JK kemudian merobek-robek surat itu dan membuangnya. Mengapa? “Sengaja. Supaya jangan ada yang merasa memiliki. Entah itu anak saya atau anak Rafiuddin," kata JK yang saat itu berusia 24 tahun.
JK dan Rafiuddin tidak ingin, di masa depan, jika mereka telah berpisah jalan, ada yang mengajukan klaim atas rumah yang kini berada di kawasan elit kota Makassar itu, termasuk keturunan mereka berdua.
Waktu berlalu, kota berkembang, walikota sudah berkali-kali berganti dan suasana politik pun berubah mengiring zaman, bangunan di Jalan Botolempangan, Makassar itu tetap menjadi milik HMI sampai sekarang.
Baca Juga: Pikirkan!! Ajal Semakin Dekat, Sudahkah Melakukan Investasi Akhirat?
Baca Juga: Pikirkan!! Ajal Semakin Dekat, Sudahkah Melakukan Investasi Akhirat?
Penulis: Tomi Lebang