Foto Masjid Jami' Miftahul Jannah Kecamatan Aralle yang sementara dibangun. Di halaman yang dilingkari adalah wujud dari "Nene To Sipuli Bulang"
Jika anda suatu saat datang berkunjung ke Aralle, datanglah sholat maghrib atau sholat farhdu lainnya atau barangkali sekedar jalan-jalan saja ke masjid ini karena belum masuk waktu sholat.
Baca Juga: HORE!! Gubernur -DPRD Sepakat Dirikan Sekolah Penerbangan di Sulbar
Nah, makam-makam itu akan langsung anda lihat begitu anda memasuki pintu gerbang masjid. Tapi jangan terpaku pada makam-makam itu. Bukan makam-makam itu yang hendak saya ceritakan pada kesempatan ini.
Jika anda mendatangi masjid ini sudah waktu sholat, saya ingatkan anda agar sholatlah terlebih dahulu. Karena sholat anda itu jauh lebih penting daripada melihat-lihat sekeliling di mana deretan makam-makam itu karena ingin membuktikan cerita ini he...he..he.. Iya kan?
Tapi kalau anda datang di masjid bukan pada waktu sholat atau jelang waktu sholat tapi masih banyak waktu ketika anda tiba, maka sempatkanlah sesaat mengamati deretan makam itu. Hitung-hitung akan mengantar anda pada kesadaran bahwa suatu saat nanti anda pun akan mati seperti mereka yang dimakamkan di tempat itu. Tapi sekali lagi bukan makam-makam itu yang ingin saya cerikatakan.
Saya hanya ingin anda mengamati makam-makam itu dan perhatikanlah pada bagian yang paling ujung. Di dekat pintu gerbang.
BACA JUGA!!: Tahukah Anda Kalau Arti Minal ‘Aidin Wal Faizin Bukan Mohon Maaf Lahir Batin?
Di situ ada sebuah wujud berupa sebuah batu yang cukup besar. Itu bukan termasuk makam. Karena tidak ada mayat yang dimasukkan ke dalam tanah di balik tembok tempat seonggok batu yang yang diletakkan di atasnya.
Tapi bagi sebagian masyarakat Aralle, penghormatan kepada wujud yang saya sebut di atas yaitu batu dengan makam-makam yang berderet di sebelahnya, nyaris sama. Iya, batu itu tak ubahnya seperti makam juga. Dahulu dibuatkan semacam bangunan kecil dengan atap yang menaungi.
Wujud berupa batu di atas tembok itu, dikenal dengan sebutan "Nenek To Sipuli Bulang". Maksรนdanya kurang lebih adalah: orang tua yang mangkat, lenyap, hilang atau moksa bersama berlalunya gerhana bulan.
Kalimat Nenek To Sipuli Bulang dalam bahasa Aralle hanyalah sebuah gelar. Dahulu saya dengar orang-orang tua bilang masih ada yang mengenal nama asli dari yang punya gelar Nenek To Sipuli Bulang itu.
Tentang pemaknaan gelar atau arti dari kalimat Nenek To Sipuli Bulang yang saya tulis di atas, mungkin saja salah atau ada pengertian lain, silahkan nanti anda tanyakan sendiri kepada yang mungkin lebih tahu ceritanya.
Baca juga: Tulisan "Allah" di Kaki Gunung Pantai Palipi Majene
Saya lanjutkan. Batu di atas tembok, yang menyerupai manusia sedang duduk itu, yang dikenal sebgai "Nenek To Sipuli Bulang" itu adalah sebuah wujud dari cerita kejadian masa lampau yang dipercaya secara turun-temurun oleh sebagaian besar masyarakat di wilayah ini.
Diceritakan, bahwa di Aralle - tentu saja juga di sebagian wilayah lain - pada suatu masa yang lalu, pernah terjadi gerhana bulan.
Tentang gerhana bulan, kepercayaan masyarakat di daerah ini, ketika itu; tidak boleh tidur pada saat terjadi gerhana bulan. Sebab bisa jadi batu. Tentu saja banyak orang yang tertidur pada saat gerhana bulan di Aralle dan di tempat lain dan tidak jadi batu, dahulu dan sekarang...he..he..he..
Nah, orang tua yang yang di gelar Nenek To Sipuli Bulang ini, menurut salah satu versi cerita yang pernah saya dengar, tidak sedang tertidur saat gerhana bulan terjadi.
Tetapi kabarnya, dia sedang dalam perjalanan, ketika terjadi gerhana bulan (untuk jelasnya, nanti tanyakan juga).
Diceritakan bahwa terakhir kali, dia diketahui sedang menuju ke sebuh rumah kerabatnya. Namun diceritakan, penghuni rumah yang dituju setelah kejadian gerhana, hanya mendengar bunyi tongkat diletakkan yang diyakini dilakukan si orang tua di ujung tangga.
Setelah gerhana berlalu, dan si orang tua itu dicari-cari, ditemukanlah wujud sebuah batu mirip sesosok orang tua yang sedang duduk di bawah tangga bersama pernak-pernik perlengkapan yang selama ini diketahui selalu dibawa-bawa si orang tua termasuk kantong tembakau, alat menumbuk pinang dan tempat sirih miliknya yang kesemuanya telah menjadi batu.
Nah itulah cerita tentang Nenek To Sipuli Bulang, orang tua yang ditemukan sudah berubah wujud menjadi batu. Hingga tulisan ini dibuat, wujud batu itu masih bisa disaksikan di halaman Masjid Jami' Miftahul Jannah Kecamatan Aralle. Masjid ini bersebelahan dengan puskesmas Aralle dan mengahdap langsung ke jalan poros Mamuju - Mamasa.
BACA JUGA: Mengunjungi Objek Wisata Rumah Adat Mamasa
Jaman dahulu katanya wujud batu itu ditempatkan di rumah adat atau kediaman (istana) pemimpin adat di daerah ini.
Tetapi sejak rumah besar itu runtuh, wujud batu tersebut beberapa kali pindah tempat hingga sampai di halaman masjid ini. Mungkin nanti akan ada upaya memindahkannya lagi ke tempat lain dan setelah mungkin pindah anda berkunjung ke wailayah ini, bisa saja anda tidak akan menemukannya lagi di halaman masjid.
Aapa lagi kabarnya saat ini, rumah "raja" itu sedang dirancang kembali untuk didirikan. Tapi diceritakan, memindahkan "batu" ini tidak bisa dilakukan sembarangan. Harus ada ritual tersendri.
Juga dibutuhkan kekuatan banyak orang untuk mengangkatnya jika ingin memindahkan sebab cukup berat dan kadang juga "tidak mau" pindah.
Percaya atau tidak dengan asal-usul batu tersebut, kembalikan kepada diri kita masing-masing. Tetapi yang pasti ini adalah sebuah fenomena dalam kehidupan masyarakat yang nyata ada dan memiliki cerita. Tentu hanya Allah yang maha mengetahui segala sesuatu termasuk hal-hal yang gaib dan diluar logika manusia.
Wallahu a'lam...