Ilustrasi (net)
Ya, ketika itu, Yusuf sang pemuda tampan, sedang mendekam di dalam penjara. Konon, selama beberapa tahun, Yusuf mendekam di penjara karena dituduh melakukan perbuatan tidak senonoh terhadap istri pembesar kerajaan.
Pada suatu malam, Raja melihat dalam mimpinya tujuh ekor sapi kurus memakan tujuh ekor sapi besar yang gemuk-gemuk. Raja berusaha mengetahui takwil mimpi tersebut.
"Siapa gerangan yang mampu menafsirkan mimpiku?" Tanya Raja.
Mereka kemudian menemui Yusuf yang telah menakwilkan mimpi dua pelayan kerajaan ketika keduanya bersama Yusuf dalam penjara.
"Yusuf berkata, Supaya kamu bertanam tujuh tahun (lamanya) sebagaimana biasa; maka apa yang kamu tuai hendaklah kamu biarkan di bulirnya kecuali sedikit untuk kamu makan." (QS. Yusuf: 47).
Yusuf memberikan solusi terhadap takwil mimpi Raja ketika ia mendekam di penjara. Jika kita hari ini yang berada di posisi Yusuf, apakah kita akan melakukan seperti yang dilakukan Yusuf?
Ataukah akan berkata: "Lepaskan dulu saya, setelah itu saya akan bantu kalian." Saya pikir Anda akan memilih alternatif kedua.
Lalu apa yang mendorong Yusuf utuk membantu mereka tanpa pamrih?
Jawabnya adalah Ihsan. Jikalau Yusuf mau, bisa saja ia membiarkan bangsanya dilanda bencana kelaparan dan kemiskinan, sebab dulu dirinya diperlakukan tidak adil. Tapi ia tidak melakukannya, karena hal itu bukan bagian dari nilai-nilai yang dianut Yusuf.
Kisah Yusuf ini bukan untuk menggambarkan keislaman Yusuf atau kemunafikan orang-orang kafir. Kisah ini hendak mengajarkan kepada kita untuk tulus dalam berbuat baik, tanpa pandang bulu.
Yusuf Alaihissalam hanya sekedar memberikan solusi konkrit kepada mereka dengan memberitahu mereka cara bercocok tanam, waktu memanennya dan cara menyimpan hasil panennya. Untuk semua itu ia tidak pernah mengharapkan timbal balik dari mereka.
Alangkah Agung dan paripurnanya ajaran Islam. apakah anda tidak merasa bangga menjadi Islam?
Ihsan adalah salah satu dari sifat-sifat yang sempurna. Kesempurnaan sifat yang berada di bawah Allah haruslah menjadi obsesi kita. Yaitu kesempurnaan yang mengikat hingga "sejajar" dengan kesempurnaan-Nya, Tuhan segala hamba. Bukan kesempurnaan yang hanya berkutat sebatas teori dan praktek saja. Namun terdapat dinamisasi antara teori dan praktek.