Jalan dari kabupaten Mamuju menuju Kabupaten Mamasa yang baru beberapa tahun belakangan terbuka dan bisa dilalui kendaraan menyajikan pemandangan alam yang eksotis dan mengundang kekaguman pada sang pemcipta.
Salah satu yang paling di kenal di jalur ini adalah sebuah air terjun. Keunikan air terjun yang lebih kurang 20 km lebih dari Kec. Aralle, Kab.Mamasa atau sekitar 40 km dari Kec. Kalukku Kab. Mamuju, adalah tempatnya yang persis di sisi jalan trans Sulawesi-Mamuju, Mamasa, Polman, dan Toraja (Sulsel), yang sementara dirintis pemerintah.
Untuk menemukan tempat ini, tidak perlu meluangkan waktu tersediri. Bila anda suatu ketika ada keperluan ke daerah Aralle, Mambi atau Mamasa melalui jalur Mamuju – Mamasa, maka dengan sendirinya anda akan melalui tempat ini. Setelah itu silahkan anda mampir sejenak sambil menikmati kesejukan airnya dan keindahan pemandangan pegunungan sambil melepas lelah setelah sekitar satu atau dua jam lebih di guncang kendaraan dari Mamuju yang memang saat ini jalanannya masih sebatas pengerasan atau sebagian sedikit beraspal namun disana – sini mulai dipenuhi kubangan .
Salassang masuk dalam salah satu desa di wilayah Kecamatan Tabulahan daerah PUS, Kab. Mamasa. Salu Dadeko adalah nama desa tersebut. Desa ini menjadi satu dari sekian desa yang masuk dalam wilayah Kab. Mamasa sekarang yang seluruh wilayahnya adalah pegunungan dan lembah. Melalui beberapa desa – desa diantara jalur tersebut, gunung dan lembah, dari balik ranting dan dedaunan, sesekali terlihat deretan rumah-rumah penduduk yang berkelompok di kejauhan dan beberapa diantaranya terselip di kaki bukit tak jauh dari longsoran-longsoran bekas rintisan jalan.
Air terjun Salassang dengan ketinggian mencapai lebih dua puluh meter, jatuh tepat berada di sisi jalan dengan air jernihnya yang sejuk. Berdiri membelakang air terjun pada sisi jalan, di kejauhan yang tampak adalah puncak-puncak pegunungan dengan selimut kabut tipis, semakin menambah sejuknya pandangan mata.
Tempat ini lebih dikenal sebagai tempat peristirahatan bagi mereka yang tengah dalam perjalanan. Jika anda bertanya kepada seseorang yang baru pulang dalam perjalanan dari daerah pegunungan (PUS) melalui jalur Mambi – Aralle (Kab. Mamasa ) menuju Kalukku (Kab. Mamuju), Ia beristirahat dimana saat dalam perjalanan ? Maka jawabnya, kemungkinan besar akan menyebut, di Salassang.
Jawaban itu menunjukkan kenyataan bahwa tempat tersebut sering dimanfaatkan oleh mereka yang sedang dalam perjalanan dari Aralle ke Mamuju atau sebaliknya, untuk beristirhat melepas lelah. Meski begitu, dihari-hari tertentu seperti beberapa hari setelah hari Raya Idul Fitri, (10/9) baru-baru ini, tempat ini ramai oleh anak – anak muda dari daerah sekitar sperti Aralle dan Mambi yang memang khusus melungkan waktu untuk berkunjung ketempat ini.
Mereka terutama adalah yang berasal dari kota yang sedang mudik dan tengah menikmati hari libur di kampung. Selain itu, tempat ini juga menjadi salah satu lokasi favorit bagi para penikmat pesona alam. Betapa tidak, selain menyajikan panorama pemandangan alam deretan puncak pegunungan yang berselimut kabut tipis di kejauhan dengan kesejukan percikan air terjun tepat di sisi jalan, tempat tersebut merupakan daerah dimana saat-saat memasuki puncak pendakian bila mereka yang dari Mamuju hendak ke Aralle. Atau bila dari arah sebaliknya, maka daerah tersebut merupakan peralihan dari daerah ketinggan pegunungan menuju daerah dataran rendah pesisir pantai Mamuju.
Wahab (37) warga Kec.Kalukku Kab. Mamuju, misalnya. Terdorong rasa penasaran akan cerita orang-orang yang didengarnya tentang keindahan pesona alam sepanjang jalan termasuk Salassang tersebut, dua hari pasca lebaran 10 september 2010 yang lalu Ia sengaja meluangkan waktunya untuk menyaksikan sediri dan menikmati pesona alam pegunungan selama dua hari di Aralle sekaligus mengunjungi kerabatnya yang lama terpisah.
Ditemui penulis saat tengah melepas lelah tak jauh dari air terjun, Wahab mengungkapkan rasa takjubnya, dengan tak henti-hentinya memandang sekeliling sambil berdecak kagum. Wahab adalah satu dari sekian orang yang menikmati pemandangan itu. Ia tengah dalam perjalanan pulang dari Aralle menuju Mamuju untuk pertama kalinya dalam rangka bersilaturrahmi dengan kerabatnya yang sekian tahun tidak bertemu karena sulitnya transportasi sekaligus memenuhi rasa penasarannya akan cerita orang tentang sejuknya pesona alam pegunungan PUS.
Wahab dalam kesempatan bincang-bincang dengan penulis mengungkapkan rasa syukur yang dalam. Menurutnya, meski jalan yang di laluinya untuk sampai ke Aralle tak semulus jalan yang ada di Mamuju namun ia bersyukur kini bisa menempuhnya dengan sepeda motor. Sesuatu yang mungkin hanya ada dalam impian kedua orang tuanya yang telah puluhan tahun tinggal di Mamuju.
Menurut Wahab, andai tempat tersebut dikelola dengan baik dengan sedikit sentuhan, tentu bisa menjadi sebuh objek wisata menarik yang jarang ditemui di tempat lain. Pendapat Wahab mungkin ada benarnya. Meski daerah ini menyimpan banyak potensi sumber daya alam termasuk objek wisata alam, namun selama ini seakan tiada seorangpun tertarik sekedar melirik disebabkan sulitnya akses transportasi untuk sampai kedaerah ini.
Awalnya, tempat ini tidak begitu dikenal masyarakat sebagai suatu tempat menarik untuk sengaja dikunjungi atau sekedar beristirahat sejenak melepas lelah dalam perjalanan, kecuali merupakan suatu tempat yang bila berlalu di tempat tersebut dalam sebuah perjalanan, harus extra hati-hati. Sebab, tempat tersebut adalah tebing curam yang rawan kecelakaan bukan pada kendaraan bermotor, tetapi pada para pejalan kaki dengan angkutan memakai kuda yang memang saat itu merupakan satu-satunya pilihan, sebab akses jalan untuk kendaraan bermotor di daerah pegunungan PUS ketika itu hanya merupakan sebuah mimpi.
Tapi itu dulu. Tepatnya sekitar empat atau lima tahun yang lalu. Saat ini, terutama kata pada umumnya masyarakat pegunungan, jalanan dan transportasi sudah bagus dan sedikit lancar. Tapi kata mereka lagi, bagus dan lancar tentu tidak untuk mereka yang terbiasa dengan jalanan mulus, sebab jalan tersebut baru selesai sebatas perintisan dengan sedikit pengerasan.
Rawan Longsor
Meski sekarang jauh lebih bagus dari sebelumnya. Tetapi bagi pengendara yang lewat tetap harus hati-hati terutama saat musim hujan. Sebab setiap waktu, dapat saja terjadi longsor yang bisa menutup seluruh badan jalan. Bila sudah demikian, dan anda merasa tetap juga harus melanjutkan perjalan, maka biaya perjalanan anda bias membengkak berapa kalilipat sebab penduduk setempat dengan segera akan sedikit memperbaiki jalan, namun melaluinya harus dengan bayaran.
Sperti pasca lebaran baru – baru ini, setidaknya ada tiga titik longsoran terparah yang menyebabkan seluruh badan jalan tertimbun. Longsoran tersebut membawa “berkah” tersendiri bagi masyarakat setempat. Dengan banyaknya kendaraan roda dua yang tidak dapat tembus, warga mendapatkan pekerjaan baru dan pendapatan tambahan dengan membantu para pengendara meloloskan motornya dari jebakan lumpur dan rintangan pepohonan dengan bayaran antara Rp.20.000 sampai Rp.50.000 setiap motornya. Tergantung beratnya medan. Sementara longsoran yang tidak terlalu parah, warga cukup memperbaiki dengan peralatan sederhana dengan sekali lewat diminta bayaran antara Rp.5000 sampai Rp.10.000 satu speda motor.
Namun jangan khawatir sampai saat ini kondisi tersebut biasanya tidak berlangsung lama karena proses pengerjaan dan perbaikan jalan masih terus berlangsung. Selain itu bebrapa alat berat milik Dinas PU Provinsi Sulawesi Barat akan segera dikerahkan untuk kembali membuka jalan.
Meski demikian pungutan yang dibebankan warga terhadap para pengendara tersebut tidak sedikit dikeluhkan oleh mereka yang sering melewati jalur tersebut dan oleh sejumlah pemuka masyarakat setempat. Alasannya biaya perjalanan meningkat menjadi beberapa kali lipat. Selain itu, dirasakan nilai sosial masyarakat yang selama ini dikenal gemar menolong semakin terkikis dengan kebiasaan baru yang dilakukan untuk meminta imbalan bahkan tidak sedikit yang sengaja menutup jalan setelah sedikit diperbaiki dan memaksa mereka yang hendak lewat untuk memberi bayaran yang ditentukan. Kebiasaan itu, oleh para pemuka masyarakat, dikhawatirkan akan berdampak buruk pada kesadaran masyarakat untuk turut serta dalam mencegah dan menjaga fasilitas transportasi yang dibangun dari uang rakyat.
Pasalnya warga akan cenderung membiarkan kemungkinan kerusakan itu terjadi dengan anggapan bila transportasi terputus, kesempatan bagi mereka untuk mendapatkan pekerjaan serta penghasilan dan pendapatan tambahan.
Kebiasaan baru itu dikatakan oleh salah seorang warga, muncul disebabkan pemahaman warga tentang pengerjaan jalan itu dilakukan oleh perusahaan yang dibiayai oleh Negara. Maka kerusakan jalan merupakan tanggung jawab perusahaaan.
Selain itu ada sebagian perusahaan pekerja proyek jalan yang terkesan asal-asalan dalam pekerjaan, sehingga dinilai warga menjadi pemicu terjadinya kerusakan jalan dengan cepat. Pekerjaan asal-asalan itu menimbulkan kesan bagi warga, bahwa bila cepat rusak para pekerja proyek itu akan dapat borongan lagi.
Oleh sebab itu, warga setempat merasa perlu untuk turut ambil bagian. Akibatnya bukan hanya dirasakan oleh mereka yang tengah dalam perjalanan yang harus menamggung biaya tambahan. Tetapi juga oleh masyarakat setempat terutama mereka yang kerap bepergian krena harus mengeluarkan biaya tambahan.
Selain itu nilai sosial masyarakat yang sebelumnya dikenal gemar menolong dengan rasa persaudaraan tanpa berharap imbalan dan kepeduliaan pada pemeliharaan fasilitas umum seaakan lenyap ditelan kepentingan materi yang sebenarnya justru menghambat perkembangan karena mereka yang berasal dari daerah lain enggan masuk untuk melakukan kegiatan, baik ekonomi maupun kegitan lainnya, karena tingginya biaya perjalanan.